Bersikukuh dengan passion dan kreativitas adalah kunci pria ini mempertahankan bisnisnya di industri game hingga belasan tahun.
Jurus Bertahan Developer Game Lokal
Wong Lok Dien bisa dibilang salah satu sesepuh dalam industri game Indonesia. Terhitung sejak 1999, pria ini sudah mulai membuat game. Saat itu ia yang masih dua puluh tahun dan berstatus mahasiswa di Bina Nusantara sudah bergabung dengan Matahari Studio sebagai programmer. Lepas dari Matahari, bersama tiga rekan lainnya, Wong mendirikan studio game yang mereka beri nama Altermyth. Kini, Altermyth menjadi salah satu studio game tertua yang masih eksis di tanah air.
Eksistensinya ini membuahkan sejumlah prestasi. Wong pernah mendapat penghargaan Asia-Pacific ICT Awards 2006, R&D Category, untuk game inspirit Arena, la juga pernah mendapatkan Faculty Excellence Award. Odd Semester 2006/2007, dan Odd Semester 2011/2012 di Bina Nusantara University, International Program. Dia juga pernah masuk sebagai finalis British Council International Young Creative Enterpreneur Award 2012, untuk kategori Screen & Interactive.
Altermyth
Namun, membesarkan sebuah studio game di Indonesia hingga sekian lama bukanlah merupakan perjalanan mudah. Altermyth dimulai oleh keempat founder-nya dengan tekad untuk membuat online game. Walhasil selama sebelas tahun berkarya. Altermyth sempat dipercaya untuk membuat proyek-proyek dari studio game besar. Salah satunya pada 2012 lalu, ia bekerjasama dengan Square Enix untuk melakukan pengalih-bahasaan game Final Fantasy versi Indonesia yang diluncurkan untuk feature phone. Lainnya adalah proyek dengan Game Boy Advance dan PlayStation. Selama dua tahun berturut-turut, studio game-nya bersama beberapa studio game lain asal Indonesia, menjadi exhibitor di salah satu pameran game terbesar internasional, Tokyo Game Show.
Perjalanan studio game ini kemudian dimulai dengan membuat purwarupa dan pitching untuk mendapatkan investor. Beruntung gayung bersambut, first round investment berhasil mereka dapatkan. Sayang, seiring berjalannya waktu keempat founder ini berguguran karena online game dianggap gagal. Tinggal lah Wong sendiri bersama dengan tim Altermyth. Padahal saat itu mereka sudah mendapat second round investor.
Mempertimbangkan Altermyth sebagai penyambung hidup anggota timnya, Wong pun membulatkan tekad untuk terus mempertahankan studio game-nya itu. Wong juga bercerita bahwa menjadi seorang entrepreneur studio game seperti yang dilakoninya memang tidak banyak yang mempertahankannya. “Untuk beralih dan kerja biasa jauh lebih banyak daripada yang bertahan,” katanya.
Ketika ditanya kenapa dia bertahan, Wong menjawab itu adalah pilihan. “Bertahan karena ada keinginan untuk bertahan. Karena kita tidak berhenti, itu aja. Kalau kita [memutuskan] berhenti, ya udah kita stop [saat itu juga]. Pertama bikin gagal tapi kita lanjut,” tuturnya. Satu yang menjadi tekadnya adalah, “Jangan berhenti untuk berkarya Kalau gagal, ya itu ‘kan [bagian dari proses] belajar. Jadi startup itu banyak belajarnya,” paparnya.
Survivor
Gagal membuat online game dan ditinggal tiga rekan lainnya, tidak membuat dirinya down. “Ya, kita kerjain sambil lalu, sekalian balikin uang investor,” :uturnya santai. Menyadari game buatan sendiri belum sanggup menghidupi perusahaan, mereka berusaha mencari celah. “Kita cukup kreatif untungnya untuk mencari revenue,” tuturnya. Akhirnya pada tahun 2006, mereka mulai menerima oembuatan game dari klien. Ada juga kerjasama dengan studio game lain di luar negeri. Uang yang terkumpul mereka ;nvestasikan lagi untuk bisa membiayai game yang mereka buat sendiri. Pada 2006 juga mereka mendapat third round hvestment.
Pendapatan dari proyek-proyek jutsourcing itu ternyata membawa aerkah. Pesanan mengalir deras, sampai-sampai mereka sendiri kewalahan menanganinya. Padahal saat ini Altermyth sudah digawangi oleh lebih dari tujuh puluh developer game. Nilai pesanan pun :ukup menggiurkan, mulai dari jutaan ningga menyentuh angka miliaran. “Untuk Development (mengerjakan pesanan Drang. Red), kita gak terlalu sales, datang dengan sendirinya. Tentu tidak semua jadi, :api kita follow-up juga. Tren-nya apalagi makin naik. Semua jadi pengen game. Ini aja kerepotan untuk [melayani] pesenan.
Selama dua tahun berturut-turut Altermyth bersama beberapa studio game lain Indonesia menjadi exhibior di pameran game terbesar Tokyo Game Show.
Soalnya orang makin aware dengan game. “Satu hal lain yang membuat Wong tidak meladeni semua game pesanan tadi adalah kesulitan mencari programmer. “Tugas banyak, nemu orang yang bisa ngerjain-nya aja susah. [Jadi] untuk ekspansi nggak mudah,” tuturnya. Meski jadi pundi-pundi emas bagi Altermyth, Wong menyebutkan bahwa itu bukan passion dari studio game-nya. la tetap bertekad untuk membuat game sendiri. “Sekarang fokus bikin produk sendiri, plus publishing. Kita nggak mau terlalu gedein yang pesenan” tuturnya. Perkara apakah nanti game-nya dikenal atau tidak oleh masyarakat Indonesia, menurut Wong itu itu persoalan Lain.
Sumber : Info Komputer Maret 2014