Usianya belum menginjak kepala tiga. Namun jika berbicara pengalaman, Bachtiar Rivai boleh disebut veteran. Lulus dari Jurusan Fisika Matematika UGM di tahun 2008, Bachtiar sempat membuka e-commerce di Jogjakarta seputar kaos. Namun karena mendahului zamannya, e-commerce tersebut mandek dan Bachtiar pun memutuskan pindah ke Jakarta, la sempat bekerja di perusahaan periklanan AMG dan travel Pegipegi milik Sinar Mas sebelum bergabung ke Lazada Indonesia di tahun 2012.
Kala itu, Lazada baru saja hadir di Indonesia. Sebagai SEO & Affiliate Manager dan kemudian Head of Digital Marketing, Bachtiar bertanggung jawab membesarkan Lazada melalui digital marketing. “Tugas saya bakar duit mas,” ungkap Bachtiar sambil tertawa. Analogi itu ia gunakan karena kala itu digital marketing masih merupakan hal yang baru. Kebanyakan e-commerce masih menggunakan jalur konvensional, seperti iklan di televisi atau papan reklame, untuk memperkenalkan layanannya.
Akan tetapi, aktivitas digital marketing itu ternyata sukses. Jumlah transaksi per hari di Lazada melonjak dari angka ratusan menjadi ribuan hanya dalam tempo enam bulan. Lazada Indonesia juga mencatat prestasi teratas dibanding perusahaan Rocket Internet lain di Asia, tercermin dari angka cosT per transaction dan acguisition cost. Prestasi itulah yang membuat Telkom tertarik merekrut Bachtiar untuk membesarkan Blanja.com, e-commerce milik Telkom dan eBay.
Di sela kesibukan di Lazada dan Blanja.com, Bachtiar juga mendirikan WireHub, sebuah digital marketing agency. Melalui WireHub ini, Bachtiar membantu perusahaan melakukan kampanye digital marketing. Namun pengalaman di Lazada, Blanja.com, dan WireHub menyadarkan Bachtiar tentang potensi digital marketing automation. Apalagi, Bachtiar ingin membuat perusahaan yang beda. “Saya ingin membangun sesuatu yang ada mikirnya,” ujar Bachtiar setengah bercanda. Bachtiar pun kemudian keluar dari Blanja.com, dan bersama lima rekannya, ia mendirikan Kofera.
Berbasis Machine Learning
Kofera pada dasarnya adalah layanan software-as-a-service untuk automasi kampanye digital marketing. Dengan otomatisasi, Kofera ingin menghilangkan ketergantungan atas skill personal maupun keterbatasan pasar. “Karena digital marketing agency itu tidak scalable,” ungkap Bachtiar mengungkapkan keterbatasan selama ini. Setiap ada klien baru, digital agency harus menambah orang untuk menangani klien tersebut.
Sementara di Kofera, kampanye digital tersebut ditangani software yang akan melakukan otomatisasi di berbagai aspek. Dalam konteks e-commerce, misalnya, engine Kofera ini bisa langsung membaca data inventori. Jika stok sebuah barang sudah habis, Kofera akan berhenti mempromosikan barang tersebut. Atau jika halaman produk tersebut sedang down, engine Kofera bisa menghentikan iklannya untuk sementara sampai halaman tersebut aktif kembali.
Lebih jauh lagi, Kofera bisa mengoptimalkan alokasi budget saat perusahaan beriklan di Google Adwords. Contohnya, Kofera bisa memilah antara keyword yang efektif dan tidak. Engine Kofera juga bisa menganalisis keyword mana yang memberikan margin transaksi paling besar sehingga anggarannya perlu diperbesar. Optimalisasi bahkan bisa dilakukan per jam, tidak seperti proses manual yang harus menunggu evaluasi per minggu.
Hal itu bisa dilakukan karena engine Kofera ini dibangun di atas teknologi machine learning. “Kami merancang engine ini sejak Agustus 2015,” ungkap Bachtiar. Dibangun menggunakan Phyton, Java, dan Ruby Rails, engine ini pada dasarnya menggunakan statistical modelling untuk memperkirakan reaksi dari setiap aksi. Karena berbasis machine learning, engine ini bisa belajar dari pola periode sebelumnya, sehingga bisa terus melakukan optimalisasi atas kampanye yang dilakukan.
Menurut Bachtiar, saat ini baru sedikit perusahaan di dunia yang memanfaatkan machine learning di dunia digital marketing. “Kami adalah satu-satunya di Asia,” klaim Bachtiar. Bahkan di dunia, hanya beberapa perusahaan seperti Kenshoo serta Marin Software di AS dan Crealytics di Jerman yang telah memanfaatkan machine learning untuk digital marketing.
Bachtiar mengakui, mengembangkan engine machine learning tidaklah mudah. Dibutuhkan berbagai disiplin ilmu untuk membangun engine berbasis machine learning. “Yang dibutuhkan adalah orang yang bisa mensitesis masalah dan memilahnya ke bahasa matematika dan modelling,” ungkap Bachtiar. Tidak mengherankan jika di tim Kofera Yang dibutuhkan adalah orang yang bisa mensitesis masalah dan memilahnya ke bahasa matematika dan modelling yang kini berjumlah tujuh belas orang, berkumpul lulusan dari computer science, matematika, sampai fisika dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia.
Tim ini bertugas mengoptimalkan engine Kofera berbekal riset dan jurnal. Mereka pun terus belajar bahasa pemograman terkait machine learning seperti Google TensorFlow. Seluruh temuan tersebut akan diuji coba pada data sebenarnya, lalu dilihat akurasinya. “Jika akurasinya acceptable, yaitu di atas 85%, baru kita implementasikan ke platform Kofera,” tambah Bachtiar.
Meski terbilang baru, Kofera sudah kebanjiran klien. Saat ini, hampir semua e-commerce terbesar di Indonesia telah memanfaatkan Kofera. Biasanya Kofera digunakan sebagai alat bantu tim marketing internal perusahaan untuk melakukan optimalisasi digital campaign-nya. Soal mengapa klien utama Kofera adalah e-commerce, Bachtiar mengatakan memiliki alasan tersendiri. “Karena semakin besar inventori, semakin banyak pula campaign yang harus dibuat,” ungkap Bachtiar. Sebuah perusahaan e-commerce bisa memiliki ribuan campaign yang sangat sulit jika harus dikelola secara manual.
Bentuk kerja samanya sendiri berupa persentase dari anggaran total digital marketing. “Angkanya antara 2-4% dari total spending,” ujar Bachtiar. Angka ini terbilang kompetitif dibanding menyewa digital agency (biasanya 10-25%) atau spesialis digital marketing (yang gajinya di kisaran Rp5-10 juta per bulan). Meski saat ini kliennya mayoritas adalah e-commerce, Bachtiar menyebut Kofera sebenarnya bisa digunakan oleh semua industri. “Karena kita mau merangkul mulai dari sektor UKM sampai yang besar,” tambah Bachtiar.
Khusus untuk UKM, dalam waktu dekat Kofera akan merilis fitur baru berupa landing page creator. Kofera akan menyediakan beragam template landing page yang bisa dipilih klien untuk berbagai tujuan, mulai dari pendaftaran, pertanyaan, sampai pembelian barang. Landing page itu gratis selama klien menggunakan platform Kofera untuk kampanye digitalnya. Kofera juga berniat memperbesar kanal digital marketing-nya yang saat ini baru ada di Google AdWords ke media lain seperti Facebook, Instagram, maupun Twitter.
Berbagai rencana itu menunjukkan keseriusan Bachtiar dan tim mewujudkan mimpinya: menjadi perusahaan digital automation terdepan di Asia. “Kita berharap setiap kali perusahaan di Asia berminat di digital automation, mereka akan berpikir Kofera,” mimpi ayah satu anak ini. Mimpi itu akan disandingkan dengan idealisme para pendiri Kofera yang menginginkan perusahaan ini ditenagai anak muda Indonesia. “Sebenarnya banyak orang-orang pintar dari negara lain, namun idealisme kami adalah [memperkerjakan] orang Indonesia,” ucap Bachtiar.
Melalui Kofera dan anak muda seperti Bachtiar, kemampuan anak muda Indonesia bisa jadi akan terdengar di Asia bahkan dunia.